Melbourne Kembali Menjadi Kota Ternyaman di Dunia, Kapan Jakarta?

Kami ucapkan selamat buat Kota Melbourne yang kembali dinobatkan menjadi kota ternyaman di dunia. Gelar kota ternyaman selama 3 tahun berturut-turut, disandang Kota Melbourne. Setidaknya ini menurut hasil survey dan penilaian dari The Economist Intelligence Unit (TEIU) di tahun 2013 yang dilansir baru-baru ini. TEIU merupakan bagian dari The Economist Group, sebuah penerbit majalah berita mingguan yang cukup bergengsi, The Economist. Terlepas dari pro – kontra penilaian dan penerapan kriterianya, serta perbedaan cara pandang, kita patut mengapresiasinya.

Gambar

Melbourne, Kota Ternyaman 2013 versi TEIU
Sumber Foto: http://www.superbwallpapers.com/world/melbourne-1082/

Apa yang menjadi dasar penilaian “Kota Ternyaman”? TEIU melakukan survey dan penilaian terhadap 140 kota di dunia dengan menerapkan lima kriteria pokok penilaian, yaitu stabilitas, kesehatan, budaya dan lingkungan, pendidikan, serta infrastruktur. Dari kelima kriteria pokok tersebut, masih dirinci ke dalam kriteria lebih lanjut. Ada sekitar 30-an kriteria rinci. Misal, untuk kriteria penilaian stabilitas, yang dinilai mencakup potensi ancaman teror, potensi kerusuhan massal, dst. Untuk kriteria kesehatan, yang dinilai antara lain pelayanan kesehatan publik, kualitas pelayanan kesehatan, ketersediaan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan, dsb. Kriteria lingkungan memakai kriteria rinci kondisi iklim, kelembaban kota, kemudahan berolah raga, dsb. Adapun kriteria budaya, ternyata yang dinilai mencakup pula tingkat korupsi, pelarangan yang bersifat sosial, agama, permasalahan sensor, dan akses untuk menampilkan hal-hal yang berbau budaya. Penilaian bidang pendidikan, selain ketersediaan dan kualitas pendidikan swasta dan publiknya, juga tingkat kemudahan untuk mendapatkan sarana pendidikan. Di bidang infrastruktur, yang dinilai adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur, kualitas transportasi publik, jaringan transportasi internasional, juga akses terhadap perumahan yang layak huni.

Berikut adalah kota-kota yang menduduki 10 besar kota ternyaman yang dirilis TEIU:

  1. Melbourne
  2. Vienna
  3. Vancouver
  4. Toronto
  5. Calgary
  6. Adelaide
  7. Sydney
  8. Helsinki
  9. Perth
  10. Auckland

Wow !!! Ternyata komposisi 10 besar kota ternyaman tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil yang dirilis tahun lalu. Selain Melbourne yang tetap dapat mempertahankan posisinya, Negara-negara lainnya masih tidak terlalu mengejutkan. Yang menarik adalah, dominasi kota-kota yang ada di Australia. Selain Melbourne, di 10 kota ternyaman nangkring kota-kota lainnya di Australia. Di sana bertengger dengan nyaman, kota Adelaide, Sydney, juga Perth.  Bahkan jika ditambahkan dengan New Zealand, ada juga Kota Auckland yang menempati ranking 10. Peningkatan dan pengembangan infrastruktur kota-kota di Australia telah membantu mendorong maupun mempertahankan posisinya sebagai kota ternyaman.

Kota Vancouver kali ini hanya menduduki peringkat ketiga setelah sebelumnya, hingga tahun 2011, mendapatkan gelar kota ternyaman. Melbourne merebut tempat pertama dari Vancouver, di tahun 2011.

Melbourne merupakan kota kedua terbesar di Australia setelah Sydney. Sebagai kota metropolitan, Melbourne dianggap sangat layak dan nyaman untuk ditinggali karena fasilitas kotanya yang super lengkap dan tingkat kejahatannya pun cukup rendah. Selain itu, Melbourne juga kota yang ramah terhadap turis. Prasarana dan sarana transportasi, serta prasarana dan sarana umum lainnya sangat ramah bagi para orang tua maupun orang yang cacat.

Sedangkan kota-kota yang berada di 10 kota terbawah dari 140 yang disurvey:

131. Tehran
132. Douala
133. Tripoli
134. Karachi
135. Algiers
136. Harare
137. Lagos
138. Port Moresby
139. Dhaka
140. Damascus

Menurut TEIU, beragam peristiwa konflik menjadi salah satu yang turut berpengaruh dalam perolehan skor Negara-negara di 10 terbawah.  Tidak hanya karena indikator stabilitas memiliki skor tinggi, tapi juga karena faktor tersebut juga berpengaruh pada kategori lainnya, misalnya pada infrastruktur, kesehatan, dan lainnya.

Lalu, bagaimana dengan Jakarta? Bersyukurlah,  setidaknya Jakarta tidak berada di 10 kota terbawah. Tahun lalu, Jakarta menempati peringkat ke-118, masih lebih lumayan, karena dianggap lebih nyaman dibandingkan dengan Hanoi, Vietnam (ke-120) dan Phnom Penh, Kamboja (ke-125). Namun, Jakarta tergolong kurang nyaman jika dibandingkan dengan Singapura (ke-52), Kuala Lumpur (ke-77), Bangkok (ke-101), Bandar Seri Begawan (ke-103), dan Manila (ke-105). Sayang, saya belum mendapatkan info urutan 11 hingga 130. Jadi belum tahu posisi Jakarta untuk tahun 2013.

Bagaimana dengan kota-kota lainnya di Indonesia? Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) juga telah merumuskan indikator-indikator untuk menilai kota-kota di Indonesia. Pada tahun 2011, IAP melakukan survey ke 15 kota besar di Indonesia. Hasil dari survey tersebut, yang dilansir pada 2012, Kota Yogyakarta dinilai sebagai kota ternyaman dihuni dibandingkan dengan 14 kota lainnya. Jakarta hanya menempati urutan ke-13, di bawah Yogyakarta, Denpasar, Makassar, Manado, Surabaya, Semarang, Banjarmasin, Batam, Jayapura, Bandung, Palembang, dan Palangkaraya. Hanya Kota Pontianak dan Medan yang dianggap lebih “tidak nyaman” dibandingkan Jakarta.

Semua hasil survey dan penilaian kenyamanan kota tentu tidak akan lepas dari kritik. Tapi setidaknya, hasil survey ini dapat menjadi acuan bagi mereka yang ingin menanamkan investasinya, atau ingin mencoba tempat tinggal lain, atau bagi yang ingin menyekolahkan anaknya, atau juga bagi orang yang ingin berobat di Negara lain. Kriteria diterapkan berdasarkan penilaian secara umum, menurut persepsi kebanyakan orang. Di luar itu semua, bagaimanapun, kenyamanan merupakan persepsi orang. Tentunya akan berbeda satu dengan lainnya. Sangat subyektif. Nyaman bagi orang lain, belum tentu nyaman bagi kita.

Melbourne telah menjadi kota ternyaman di dunia, kapan Jakarta? Salam. (Del)

Sumber: www.theaustralian.com.au, www.eiu.com

Dua Pemimpin Jempol : Sayang Wagiman Tidak Sekondang Jokowi

Kekuatan media memang dahsyat. Dalam waktu tidak terlampau lama, semenjak mencalonkan diri menjadi Cagub DKI Jakarta, Jokowi menjadi pusat perhatian, pusat pemberitaan. Sangat “Media Darling”. Apapun yang dilakukan Jokowi selalu menjadi sorotan. Kemanapun Jokowi pergi, selalu ada yang mengikuti, menguntit, lalu memberitakan. Kekondangan seorang Jokowi sangat fenomenal. Bahkan terus digadang-gadang supaya mau nyapres. Bagaimana dengan Wagiman? Beliau juga sosok pemimpin yang bagus. Hanya sayang tidak sekondang Jokowi. Tidak seterkenal maupun sefenomenal Jokowi. Padahal keduanya merupakan sosok pemimpin yang layak mendapat pujian, layak disematkan bintang. Wagiman pun punya prestasi.

“Siapa itu Wagiman? Kok bisa-bisanya dibanding-bandingkan dengan Jokowi? Apa hebatnya Wagiman? Apa prestasinya? Mana hasil karyanya?” Jika masih mau tahu, masih penasaran, silakan simak tulisan selanjutnya.

Ini kali kedua menulis tentang Wagiman di Kompasiana. Sebelumnya, pernah menulis tentang sosok Wagiman di sini . Saya yakin, masih belum banyak yang mengenal sosok Wagiman. “Siapa beliau?” Bagi yang belum mengenal sosok Wagiman, baiklah. Wagiman adalah julukan yang dipersembahkan tanpa mengurangi rasa hormat dan kagum pada Tri Rismaharini atau lebih dikenal dengan panggilan Ibu Risma. Mungkin belum banyak yang mengenal sosok Tri Rismaharini. Beliau tidak seterkenal Jokowi, yang namanya sudah berskala Nasional. Beliau adalah sosok wanita pertama yang menyandang gelar Walikota Surabaya. “Lalu apa hubungannya dengan Wagiman? Saudaranyakah?”

Tri Rismaharini inilah yang dikenal sebagai Wagiman. Beliau mendapatkan julukan WAGIMANWalikota Gila Taman. Tersinggungkah beliau dengan julukan tersebut? Harusnya tidak perlu. Sepatutnya beliau bangga. Saat ini, beliau berdampingan dengan mantan walikota Surabaya sebelumnya, yaitu Bambang Dwi Hartono, memimpin komando sebagai Walikota Surabaya dan Wakil Walikota Surabaya. Sebelum menjabat sebagai Walikota Surabaya, beliau pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko). Beliaulah dalang yang bertanggung jawab atas bersih, hijau, dan asrinya Kota Surabaya. Beliau bertekad untuk menjadikan Surabaya sebagai Kota Sejuta Taman dan itu tampaknya telah menunjukkan hasil. Kota Surabaya tercatat berhasil meraih Piala Adipura tahun 2011. Beliau juga ternyata pernah menjadi salah satu nominasi Walikota terbaik di dunia tahun 2012 melalui “2012 World Mayor Prize” yang diselenggarakan oleh The City Mayors.  World Mayor Prize merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi yang dicapai oleh walikota dalam memajukan kota yang dipimpinnya. Beliau dinilai berhasil menata Kota Surabaya menjadi kota yang bersih dan tentunya penuh dengan taman.

Ternyata beliau tidak hanya berprestasi di bidang pertamanan. Ada banyak prestasi lainnya. Jika Jokowi memiliki jurus blusukan andalannya, Bu Risma pun melakukan hal yang sama dan itu bukan karena syndrome Jokowi. Blusukannya telah dilakukan sejak lama, sejak masih menjadi Kepala Dinas Pertamanan Surabaya. Kebiasaan itu masih tetap langgeng hingga kini. Bahkan kerap membuat warga terheran. Bu Risma yang notabene seorang wanita, bisa keluar jam dua belas malam dan turut menyapu jalan. Namun, karena tidak sekondang Jokowi, aksinya tidak terendus media.

Jika Jokowi telah menunjukkan keberhasilannya di Pasar Tanah Abang, Bu Risma pun telah merambah penataan pasar di Surabaya. Beberapa pasar telah menjadi bukti jamahan tangannya. Pasar yang dulunya tidak tertata dan terkesan semrawut, kini tertata apik.  Penataan kaki lima pun tidak luput dari sentuhannya. PKL yang dulunya tersebar di pinggir-pinggir jalan dan mengganggu lalu lintas, perlahan mulai dibenahi dan diberikan tempat di dalam gedung yang mirip mall. Masih banyak lagi hasil karya Bu Risma lainnya. Revitalisasi waduk yang tengah dilakukan Jokowi pun ternyata dilakukan Bu Risma di Surabaya. Juga revitalisasi sungai, pembersihan gorong-gorong, dan pembersihan sampah-sampah di sungai. Hasilnya? Surabaya sedikit lega karena tidak terkena banjir.

Baru-baru ini terdengar kabar, seperti diberitakan di media tempo, Bu Risma berkehendak dan bertekad untuk menghapus lokalisasi di Surabaya. Setelah menutup lokalisasi di Klakah Rejo, Benowo, beliau bertekad untuk menutup lokalisasi lainnya. Bertekad untuk menutup lokalisasi Tambak Asri, juga lokalisasi yang terkenal, Dolly di Putat Jaya. Tanpa gentar, beliau menghadapi para pendemo yang menentang penutupan lokalisasi. Menemui para pendemo yang adalah para pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari. Wow…! Sungguh berani.

Para pendemo seperti biasa, membawa tulisan-tulisan yang intinya menolak penutupan lokalisasi. Mereka menganggap Pemkot Surabaya telah bertindak otoriter. Saat berdemo, mereka berusaha untuk mendekati Walikotanya. “Dan apa yang dilakukan Bu RIsma?” Beliau malah merebut salah satu poster yang mereka bawa, dan mengatakan, “Ini apa-apa ini, mau dibantu kok tidak mau”. Beliau mengatakan lebih lanjut, “Apapun rintangannya, akan saya hadapi, dan akan terus saya tutup. Wow…lagi.

Bu Risma memiliki kiat andalan, yaitu sikap tegas dan berani. Walau seorang wanita, beliau berani dan tegas menghadapi segala macam permasalahan, tantangan, dan kendala yang dihadapi. Pada prinsipnya, sepanjang masih di rel kebenaran dan demi masa depan warga, beliau tidak akan gentar, tidak akan ciut nyalinya.

Saya tidak hanya bermaksud membanding-bandingkan antara Wagiman dan Jokowi. Poinnya adalah, ternyata Indonesia masih memiliki secercah harapan. Masih memiliki sebersit asa di tengah galaunya Indonesia. Indonesia masih dapat menggantungkan harapan di atas pundak para pemimpin yang memimpin tidak hanya dengan kekuatannya, tapi juga dengan hati yang bersih dan tekad yang tulus. Semoga ke depan, masih dapat ditemukan Jokowi-Jokowi lain, Wagiman-wagiman lainnya. Pray for Indonesia. Semangat. Salam. (Del)

Berapa Berat Ideal Tas Anak SD?

Setiap pagi, tak tega rasanya kalau tidak turut membantu dua anak saya untuk membawakan tasnya ke halaman rumah, mengantarkan sampai Papa-nya mengambil alih tugas, mengantar ke sekolah. “Ckckck, bukannya berkurang, tas anak sekarang makin berat saja. Inikah gambaran pendidikan SD di Indonesia? Mengapa gak bawa lemarinya saja sekalian?”.  Rasanya, keluhan ini tidak hanya saya yang rasakan. Sangat mungkin dirasakan oleh banyak orang. Adakah upaya untuk memperbaiki? Rasanya masa penantian perbaikan tidak akan sekejap. Masih harus menunggu lama. Mungkin sampai anak-anak lulus SD pun belum tentu usai.

Keluhan tersebut terasa basi, tapi tetap mengganjal, butuh pencetusan, dan penyuaraan. Suara seorang ibu yang miris melihat anak-anaknya berbeban berat, dalam arti kata yang sebenarnya. Sepertinya beragam elemen masyarakat telah menyuarakan kritik, komentar, tanggapan, saran, masukan, terkait dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Secara kasat mata terpapar jelas, tergambar dari beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Bayangkan saja, setiap mata pelajaran umumnya memiliki 4 buku, 2 buah buku cetak, yaitu buku paket dan buku latihan, serta 2 buah buku tulis untuk PS (Pekerjaan Sekolah) dan PR (Pekerjaan Rumah). Satu hari biasanya ada 4-5 mata pelajaran. Jadi, silakan hitung sendiri, betapa berat beban anak SD sekarang. Belum lagi ditambah dengan buku agenda yang harus dibawa setiap hari dan itu hard cover. Belum lagi ditambah dengan tas kecil berisi makanan dan minuman bekalnya. Hmmm, nambah beban lagi.

Mengapa tidak dibuat dalam satu buku saja. lalu membaginya dalam semester atau bahkan dalam triwulan? Mengapa tidak dalam 1 buku tulis saja? Kan bisa membaginya, misal untuk PS dimulai dari halaman depan, dan untuk PR mulai dari halaman tengah? Itu hanya sekedar ide simpel. Mengapa tidak disimpan di loker sekolah saja? Tidak perlu membawa semua buku bolak-balik rumah-sekolah? Atau mengapa tidak memanfaatkan teknologi, agar paperless? Toh, pasti mereka sudah tidak asing lagi dengan dunia komputer dan gadget lainnya.

Dulu, ketika masih kelas 1-2 SD, masih bisa sedikit bernafas lega. Masih bisa menggunakan tas yang ada rodanya sehingga tidak memberati punggung. Tapi setelah kelas 3 dan selanjutnya, tidak bisa lagi. Kelasnya sudah tidak di lantai 1 lagi. Membawa tas yang ada rodanya malah akan lebih merepotkan lagi. Bahkan sekarang, mereka harus bersusah payah setiap hari harus mencapai lantai 3. Huh…

Pertanyaannya, “Kok mau memasukkan anak ke sekolah tersebut? Cari saja sekolah lain”. Ternyata tidak semudah itu. Berdasarkan hasil obrolan khas emak-emak di kantor, anak-anak mereka yang menimba ilmu di sekolah lain pun kurang lebih sama. Hampir merata. Keluhannya sama. Pertanyaan lainnya, “Mengapa tidak disuarakan ke sekolahnya? Mengapa tidak disampaikan ke gurunya?”. Jawabnya, “Sudah”. Inikah dunia pendidikan kita?.

Beban belajar yang berat, salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di sekolah dasar dan tiap mata pelajaran yang membutuhkan banyak sekali buku. Namun, saya pikir, itu pun tidak dapat dijadikan alasan untuk mengubah kurikulum hampir tiap tahun. Tidak dapat dijadikan tameng untuk senantiasa melakukan perubahan tanpa perencanaan matang. Tidak elok rasanya menjadikan anak-anak seperti kelinci percobaan. Yang hampir tiap tahun menerima perubahan atas nama kurikulum. Ah, mungkin terlalu banyak orang pintar di dunia pendidikan di Indonesia. Saya hanya seorang ibu yang prihatin melihat anak-anaknya.

Berapa sesungguhnya berat ideal, berat maksimal yang boleh dibawa seorang anak SD? Cari punya cari, seluncur sana dan sini. Ternyata beban yang disandang punggung pada saat menggunakan ransel/backpack sebaiknya tidak melebihi 10 % dari bobot tubuh penyandangnya. Angka 20 % adalah sangat maksimal, bahkan tidak disarankan. “Waduh !”. Anak-anak sekarang tasnya terlihat lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya. Tidak berlebihan jika dikatakan, beban anak-anak telah melampaui batasnya. Jika ditimbang, tas anak-anak SD berkisar 5-7 kg. Melebihi angka batasan 10% dari bobot tubuhnya.

Yang dapat dilakukan sementara ini sebagai seorang ibu hanya berupaya untuk memilihkan tas yang tidak menambah beban dan memudahkan mereka untuk membawanya. Biasanya saya akan memilih tas berbahan dasar kuat agar tidak mudah rusak sekalipun harus menanggung beban berat. Biasanya tas model ransel. Saya tidak dengan mudah menuruti keinginan anak dalam memilih tas, karena mereka umumnya hanya memilih berdasarkan gambar dan warnanya. Selain model, gambar, dan warna, pertimbangan utama adalah tas yang memang kuat untuk menampung beban di dalamnya. (Del)

Batam, Kota Pusat Pertumbuhan dan Ancaman Kerusakan Mangrove

Batam merupakan salah satu kota yang diproyeksikan untuk menjadi pusat kegiatan dan pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa. Menengok PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Batam merupakan salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan juga Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Dengan label PKN yang disandang, Batam sebagai kawasan perkotaan memiliki fungsi melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Posisinya sebagai PKSN juga menempatkannya sebagai kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. Lokasi dan fungsinya yang strategis menyimpan potensi yang besar sebagai pusat pertumbuhan.

Batam sejak lama sudah dihujani dengan beragam kebijakan dan program pendorong pertumbuhan. Sejak awal, pihak Otorita Batam gencar melakukan berbagai program pembangunan untuk menyuntikkan doping pertumbuhan. Hasilnya sudah mulai tampak, walau dirasa belum optimal. Pengembangan Batam untuk memantapkannya sebagai pusat pertumbuhan mengundang berbagai upaya pembangunan dan pengeksploitasian.

Banjirnya program pembangunan yang melanda Kota Batam, bukannya tanpa menyisakan masalah. Batam tak henti dirundung masalah. Beragam permasalahan saling terkait satu dengan yang lain. Mulai dari masalah kelembagaan, terkait dualisme kewenangan antara Otorita Batam (BP Batam) dan pihak Pemerintah Kota. Lanjut dengan permasalahan terbengkalainya ruko-ruko dan pusat-pusat perdagangan sejalan dengan meredupnya Batam. Atau permasalahan penyediaan air bersih dan menjamurnya “Ruli”, atau rumah liar, seperti disampaikan pada artikel sebelumnya (http://regional.kompasiana.com/2013/08/24/batam-kota-pusat-pertumbuhan-yang-dipenuhi-ruli-586133.html ).  Beragam permasalahan yang menimpa Kota Batam sungguh sulit untuk diurai. Perlu kesungguhan dan tekad sekuat baja.  Butuh sifat ksatria pemimpinnya. Ksatria baja hijau atas nama kelestarian lingkungan. Permasalahan lingkungan di Kota Batam yang tidak kalah mengusik adalah kerusakan mangrove di sepanjang pesisir Batam.

Gambar

Kerusakan Mangrove di Pesisir Batam
Sumber Foto: wwwllpklhkepri.blogspot.com

Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.

Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam secara kasat mata telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyebab langsung maupun karena faktor-faktor pemicu lainnya.  Salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam adalah pencemaran air laut terutama karena ulah manusia yang tanpa sadar lingkungan melakukan pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah padat. Jika kita melihat Pantai Nongsa, sampah-sampah tersebar pula di sepanjang pesisir pantai. Selain itu, yang tak kalah membuat miris adalah beragam proyek pembangunan, alih fungsi lahan, maupun penebangan kayu mangrove.

Seperti halnya dengan ekosistem lain, ekosistem mangrove memiliki sifat homeostatis, yaitu sifat ekosistem yang selalu mencari keseimbangan (ekuilibrium) baru yang dinamik. Artinya, jika ekosistem tersebut mengalami gangguan, selama gangguan tersebut tidak melampaui daya lentingnya, maka ekosistem tersebut akan mampu pulih kembali. Daya lenting (resilience) adalah kemampuan suatu sistem untuk pulih kembali setelah menyerap gangguan/informasi dari luar. Hanya yang menjadi masalah  adalah jika gangguan tersebut telah jauh melampaui daya lentingnya, tentu yang akan terjadi adalah ketidakseimbangan ekosistem, kerusakan ekosistem, bahkan hilangnya ekosistem tersebut.

Untuk mengatasinya, Jalinan pola hubungan manusia dengan lingkungan alam harus disertai dengan kearifan serta rasa tanggung jawab dari manusia itu sendiri sebagai makhluk dominan dalam memanfaatkan alam lingkungannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bersifat netral, menjadi bermanfaat atau merusak lingkungan,  sangat tergantung pada manusia yang menerapkannya.

Manusia yang pada dasarnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan subsistem lainnya harus dibekali dengan kearifan serta rasa tanggung jawab dalam mengelola lingkungan baik sebagai jaminan kelangsungan hidup maupun pemenuhan kehidupan.

Kesadaran  individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal krusial karena  perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya sangat diperlukan. Dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam, harus memperhatikan faktor keberlanjutan (sustainability).

Untuk mewujudkan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan, diperlukan upaya keras dari semua stakeholder. Yang tidak kalah penting adalah upaya penegakan hukum yang nyata. Tanpa penegakan hukum, semua usaha akan menjadi sia-sia. Pada kasus Kota Batam, penegakan hukum diperlukan terutama menyangkut pemberian ijin pendirian perumahan yang dilakukan oleh para pengembang yang mengambil lahan pada kawasan hutan mangrove yang sebenarnya diperuntukkan untuk kawasan lindung.

Salam. (Del)

Privatisasi Air di Jakarta Harus Segera Berakhir

Kota Jakarta seperti halnya kota-kota lainnya di dunia, mengalami proses urbanisasi dengan segenap permasalahan di dalamnya. Kenyataan bahwa Kota Jakarta sebagai kota terbesar, tidak terlepas dari permasalahan utilitasnya. Salah satunya adalah masalah penyediaan air bersih.

Air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat vital. Keberadaan umat manusia sangat tergantung pada ketersediaan air. Ketersediaan dan kebutuhan air harus seimbang terutama untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air. Kelebihan air di musim hujan pada suatu lokasi/wilayah bisa menimbulkan bencana banjir dan longsor. Namun kekurangan air pada musim kemarau pun dapat menimbulkan masalah, misal munculnya bencana kekeringan. Keberadaan, ketersediaan, kebutuhan dan penggunaan sumberdaya air tergantung pada banyak faktor yang saling mempengaruhi dan saling memberikan dampak positif maupun negatif.

DKI Jakarta mengalami defisit air baku. Sangat kontradiktif dengan kenyataan Kota Jakarta dilalui oleh 13 sungai. Jakarta mengalami defisit air karena 13 sungai yang melewati Jakarta tidak dapat menjadi sumber air baku yang layak. Kondisi ini ditambah dengan kenyataan penyediaan air bersih perpipaan (PAM) hanya mencakup kurang dari 50 persen kebutuhan air warga Jakarta. Terdapat 13 sungai yang melewati, tapi tidak ada satu pun yang layak jadi air PAM kecuali Kali Krukut. Itupun sebenarnya kurang layak. Belum lagi permasalahan kebocoran pada pipa PAM.

Ketidakmampuan Kota Jakarta dalam hal penyediaan air bagi masyarakatnya telah membuat masyarakat mencari solusi sendiri untuk memenuhi kebutuhannya akan air. Beragam cara dilakukan oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhannya, antara lain dengan menggunakan air tanah. Penggunaan air tanah yang tidak terkendali, pada akhirnya menyebabkan penurunan muka air tanah (land subsidence) yang terus bergulir menjadi permasalahan turunan lainnya. Jakarta merupakan salah satu contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah dibandingkan dengan permukaan air laut sehingga senantiasa dihadapkan pada persoalan banjir dan kelangkaan air. Sesungguhnya, ancaman bencana kelangkaan sumberdaya air tidak kalah mengkhawatirkan bagi masyarakat perkotaan.

Tidak dapat dipungkiri beberapa tahun terakhir, pembangunan kawasan superblok mendominasi pembangunan Jakarta. Timbul masalah terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana penunjangnya. Salah satunya adalah tentang ketersediaan air bersih. Dampak  minimnya ruang terbuka hijau turut mewarnai berkurangnya penyediaan air tanah. Yang dirugikan, masyarakat.

Indonesia, sebenarnya mengakui air sebagai Hak Asasi Manusia. Jelas ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Negara memiliki kewajiban melindungi hak rakyat agar semuanya dapat mengkases sumber air serta memanfaatkannya untuk kebutuhan sehari-hari. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengontrol para investor asing atau perusahaan swasta yang berusaha mengeksploitasi sumber-sumber air di Indonesia karena apa yang dilakukan oleh para pengusaha tersebut dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat.

Jakarta sejak tahun 1998 memiliki pengelola air minum yang berasal dari Perancis dan Inggris. Masing-masing Suez Lyonnaise des Eaux, Prancis, dan Thames Water, Inggris. Di Indonesia keduanya berpatungan dengan PAM Jaya. Lyonnaise yang melayani konsumen di barat Jakarta, melebur menjadi PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Sedangkan Thames yang menguasai bagian timur menjadi PT Thames PAM Jaya (TPJ), yang sekarang berganti menjadi Aetra. Mereka mendapatkan kontrak selama 25 tahun.

Angin segar mulai berhembus.  Semoga hembusannya semakin nyata. Pemda DKI Jakarta memiliki rencana mengambil alih perusahaan penyulingan air bersih PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), yang dikuasai oleh  Suez International (Perancis) dan PT Astratel Nusantara. Perlu didukung, patut diapresiasi.

Keputusan mengambil alih Palyja merupakan jalan untuk memastikan air bersih dapat dinikmati oleh seluruh warga. Jokowi mengatakan, “Supaya Jakarta bisa lebih leluasa mengelola air, betul-betul untuk rakyat, untuk masyarakat. Bukan orientasi pada keuntungan”. Benar.

Pengelolaan air tidak dapat diserahkan sepenuhnya pada pihak swasta karena pasti orientasinya lebih pada pengambilan keuntungan. Harga akan mengikuti mekanisme pasar. Seperti yang selama ini terjadi. Tarif air di Jakarta naik terus. Warga yang memiliki keterbatasan akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses air bersih.

Upaya Jokowi untuk mendudukkan kembali air sebagai barang yang dapat dengan mudah diakses warga patut diacungi jempol. Jokowi telah menyiapkan dua langkah proses pengambil-alihan. Pertama, Pemda DKI Jakarta akan membeli saham Palyja melalui proses negosiasi. Kedua, jika jalan pertama mentok, maka pemda DKI akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan swasta tersebut. Setuju. Privatisasi air yang telah berlangsung 15 tahun harus segera berakhir. Niat Jokowi harus didukung.

Selain upaya pengambil-alihan dari pihak swasta, perlu pula terobosan-terobosan baru dalam mengatasi masalah penyediaan air. Masalah penyediaan air tidak dapat disikapi dan diidentikan dengan penyediaan air dalam bentuk jaringan air bersih perpipaan. Jika pola pikir penyediaan air bersih masih terpaku pada penyediaan air bersih jaringan perpipaan, akan sangat sulit untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan permintaan pemenuhan kebutuhan air bersih.

Berikut adalah solusi berupa strategi penyediaan air bersih yang saya usulkan:

  1. Penyediaan air bersih tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan sumberdaya airnya. Pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan secara lintas sektoral dan lintas wilayah dengan prinsip one management for one watershed, yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) dari hulu hingga ke hilir;
  2. Menerapkan pola penyediaan lain di luar jaringan perpipaan, misalnya dengan menempatkan tangki-tangki penampungan air dengan sistem lingkungan;
  3. Menerapkan strategi penyediaan informal, misalnya cara penggunaan air permukaan tanah dengan menggunakan sumur, melalui penjual air, tentu dengan koneksi yang legal;
  4. Sistem informal dapat dikelola pada level rumah tangga, juga dalam level kolektif, misalnya dalam bentuk MCK umum untuk kawasan-kawasan yang sulit dijangkau oleh sistem perpipaan.

Akhir kata, upaya pengambil-alihan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) patut diapresiasi dan disokong. Lanjutkan dengan langkah pengambil-alihan PT Thames PAM Jaya (TPJ)/ Aetra. Demikian pula penerapan strategi penyediaan air bersih non perpipaan. Segera. (Del)

Batam, Kota Pusat Pertumbuhan yang Dipenuhi Ruli

Upaya Pemerintah untuk menyebarkan pusat kegiatan sebenarnya sudah dirintis sejak lama. Kebijakan Pemerintah sudah banyak yang berupaya ke arah sana. Hanya sayang seratus sayang, masih belum terasa mantap hasilnya. Masih banyak yang kurang gaungnya. Atau gaungnya dulu terdengar gencar, namun lama kelamaan, surut dan temaram. Semoga tidak sampai padam.

Ada banyak kebijakan dan program untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan di luar Jakarta, bahkan di luar Pulau Jawa. Misalnya Program KAPET di 13 wilayah, 6 Koridor MP3EI, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan seterusnya.

Salah satu kota yang diproyeksikan untuk menjadi pusat kegiatan dan pusat pertumbuhan di luar Pulau Jawa adalah Kota Batam. Batam sejak lama sudah diganjar dengan beragam kebijakan dan program pendorong pertumbuhan. Sejak dulu, pihak Otorita Batam gencar melakukan berbagai program pembangunan untuk menyuntikkan doping pertumbuhan. Hasilnya cukup lumayan, hanya sayang beberapa tahun belakangan mulai meredup.

Bila merujuk pada PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Batam termasuk salah satu pusat kegiatan. Batam merupakan salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan juga Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Yang dimaksud dengan PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Sedangkan PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. Dalam RTRWN, sebagai PKN, Batam masih memerlukan revitalisasi dan percepatan pengembangan kota pusat pertumbuhan Nasional. Sebagai PKSN, Batam memerlukan percepatan pengembangan untuk menunjang fungsinya sebagai kota utama kawasan perbatasan.  Lokasi dan fungsinya yang strategis menyimpan potensi yang besar sebagai pusat pertumbuhan.

Gambar

Ruli menempati areal hutan kota.
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Banyak permasalahan yang menerpa Batam dalam perjalanan proses pengembangannya. Mulai dari masalah kelembagaan yang di awal masih terdapat dualisme kewenangan antara Otorita Batam (BP Batam) dan pihak Pemerintah Kota. Kemudian permasalahan penyediaan air bersih, kerusakan mangrove, terbengkalainya ruko-ruko dan pusat-pusat perdagangan sejalan dengan meredupnya Batam, serta tumbuh subur dan tidak terkendalinya Ruli, Rumah Liar di Kota Batam.

Ruli merupakan istilah populer, singkatan yang dipakai untuk Rumah Liar di Kota Batam. Rumah liar adalah salah satu fenomena yang terjadi di kota Batam di samping pembangunan Kota Batam itu sendiri. Jika kita berkendara dari satu tempat ke tempat lainnya di Kota Batam, akan sangat mudah menemui Rumah Liar. Secara umum, terdapat keseragaman bentuk Ruli. Ruli dapat kita kenali dari bentuknya berupa rumah-rumah yang terbuat dari papan atau kayu seadanya. Menempati lahan-lahan hutan kota maupun lahan milik pemerintah lainnya. Ruli mengambil alih lahan-lahan hutan yang berfungsi sebagai penampung air tanah. Terkadang ruli juga menempati dinding bukit yang memiliki kemiringan cukup curam, rawan longsor, serta licin di waktu hujan. Tidak terdapat saluran drainase khusus. Lingkungan ruli mengandalkan kontur alami bukit sehingga sangat rawan longsor.

Gambar

Jalan masuk menuju kawasan rumah liar di Batam, curam, licin di waktu hujan.
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Ruli menempati lokasi yang berdekatan dengan tempat kerja para penghuninya sehingga sangat mudah dikenali. Jika lokasi tersebut memiliki pabrik-pabrik yang memerlukan tenaga kerja dalam jumlah besar, pasti di sekitar lokasi akan bermunculan ruli untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal para pekerja industri bersangkutan. Para penghuni ruli pun tidak hanya terbatas pada para pekerja sektor industri namun juga orang-orang yang bekerja di sektor informal yang mendukung adanya industri.

Gambar

Ruli di Batam menempati lahan yang tidak seharusnya.
Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi

Dengan keterbatasan yang dimiliki, ruli menempati lahan-lahan yang tidak seharusnya ditempati. Ruli dipilih sebagai tempat tinggal dengan beragam pertimbangan, antara lain karena sewa lahan/rumah yang tinggi, harga rumah yang tidak terjangkau, serta efisiensi yang mereka dapat. Para penghuni ruli beranggapan bahwa dengan membangun ruli, berarti mereka tidak mengeluarkan uang untuk lahan, mereka hanya mengeluarkan uang untuk bangunannya saja.

Konstruksi jalan di lingkungan ruli hanya berupa perkerasan seadanya dan terlihat beberapa bagiannya rusak. Tingkat kemiringan jalan cukup tinggi, menggambarkan kondisi yang pasti sangat licin di waktu hujan. Kondisi jalan licin mengancam tingkat keselamatan individu.

Hingga saat ini Walikota Batam, Ahmad Dahlan mengakui bahwa memang masih belum dapat mengatasi Ruli yang berjumlah sekitar 50.000 dan tersebar di sekitar 50 titik. Pihak Kota Batam belum dapat merelokasi warga penghuni Ruli karena tidak adanya lahan / kavling siap bangun. Ruli memang sudah menjadi masalah bagi daerah urban, termasuk Batam.

Pemerintah Kota Batam bukannya tidak pernah melakukan usaha penertiban kawasan ruli yang tersebar di Kota Batam, terutama untuk ruli yang banyak ditemui di kawasan Kampung Aceh, Sagulung, dan Batu Aji. Bahkan Pemerintah telah memasukkan masalah ruli ini dalam Peraturan Daerahnya. Pemerintah telah berulang kali melakukan penertiban. Namun penanganan yang dilakukan tidak dapat menghentikan bahkan tidak dapat mengurangi banyaknya ruli yang tersebar. Salah satu kelemahannya adalah karena kontrol pemerintah yang dilakukan banyak berupa tindakan yang sudah terlambat. Sebaiknya tindakan dan kontrol  dilakukan sebelum suatu kawasan ruli berkembang lebih jauh. Atau dengan kata lain perlu penguatan aturan pencegahan. Juga dibutuhkan ketegasan dalam penegakan Peraturan Daerah tentang aturan penggunaan lahan yang ada. Harus segera ambil tindakan bagi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Tentunya ini membutuhkan pengawasan yang ketat. Selain itu, tetap lakukan upaya penyediaan lahan-lahan lain yang sesuai dengan peruntukannya. Berusaha untuk membangun alternatif tempat tinggal bagi para pekerja.

Ruli merupakan dampak yang terjadi akibat pembangunan yang tidak siap dan kurang memperhitungkan kebutuhan dasar para pekerja. Pada dasarnya setiap orang seharusnya memiliki hak atas kebutuhan dasarnya, termasuk kebutuhan akan tempat tinggal yang layak. Pemerintah Kota tidak berdaya untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar tersebut harus dipenuhi sendiri oleh individu yang bersangkutan. Lingkungan yang tidak sehat terpaksa harus mereka hadapi karena berbagai keterbatasan yang ada. Pada akhirnya penghuni harus berkompromi dengan kondisi lingkungannya.

Akankah Pemerintah Kota Batam mampu mengatasi permasalahan Ruli? Kita tunggu. Salam. (Del)

Ahok Mengalahkan Ego Kolerisnya

Setiap manusia memiliki sifat dominan, memiliki kepribadian khas yang menonjol dan pasti berbeda dengan yang lainnya. Sebagai manusia, selayaknya dan sewajarnya kita mencoba mengenali dan memahami kepribadian masing-masing untuk mengetahui dan mencoba memperbaiki diri. Paling tidak, untuk mengetahui kekuatan dan kekurangan kita sebenarnya.

Tulisan ini hanya ingin memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari akan berhubungan dengan 4 macam kepribadian manusia yang berbeda-beda. Sehingga, setelah tahu dan memahami perbedaan itu, diharapkan dapat menimbulkan rasa saling memahami antar sesama.

Gambar

4 Kepribadian Manusia

Kepribadian manusia dapat dibedakan ke dalam 4 golongan kepribadian utama. Yaitu:

1.  Sanguin, atau si “Populer”

Secara umum, si “Populer” memiliki kekuatan persuasif dan selalu ingin menonjol, ingin terkenal, suka bicara, mudah berteman, antusias, ekspresif, ceria, penuh rasa ingin tahu, demontratif, banyak keinginan, berhati tulus, kekanak-kanakan, menyukai orang lain, senang pujian, ingin menjadi pusat perhatian, mudah memaafkan, tidak menyimpan dendam, menyukai hal-hal yang spontan.

Kelemahannya, suka membesar-besarkan suatu hal/kejadian, susah untuk diam, suka ikut-ikutan, dikendalikan oleh keadaan atau orang lain, bergantung pada orang lain, selalu minta persetujuan orang lain walau untuk hal sepele sekalipun, mudah berubah-ubah, susah tepat waktu, mendominasi pembicaraan, suka menyela, susah mendengarkan dengan tuntas, mementingkan diri sendiri, lebih konsentrasi pada “how to spend money” dibandingkan “how to earn/save money”.

2.  Koleris, atau si “Kuat”

Koleris memiliki kekuatan berikut: sering dominan, kompetitif, senang memimpin, membuat keputusan, dinamis, aktif, sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan, berani menghadapi tantangan dan masalah, berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/target, selalu mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat, bebas dan mandiri, memiliki motto “Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini”, mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas, membuat dan menentukan tujuan, termotifikasi oleh tantangan, mau memimpin dan berorganisasi, memiliki visi ke depan, unggul dalam keadaan darurat.

Kelemahannya: tidak sabar, cepat marah, cenderung kasar dan kurang taktis, senang memerintah, terlalu bergairah, sulit untuk santai, senang kontroversi, kaku dan kuat/keras, tidak menyukai air mata dan emosi, tidak suka bertele-tele, tidak senang terlalu rinci, tidak suka yang sepele, sering membuat keputusan tergesa-gesa, menuntut orang lain, workalholics, cinta pada pekerjaan, sulit mengaku salah dan meminta maaf.

3.  Melankolis, atau si “Sempurna”

Serba perfeksionis dan sempurna merupakan ciri khas si Melankolis. Kekuatan lainnya, analitis, mendalam, penuh pikiran, serius dan bertujuan, sering berorientasi jadwal, artistik, musikal, kreatif, sensitif, mau mengorbankan diri namun idealis, memiliki standar tinggi, perfeksionis, senang yang rinci, tekun, serba tertib dan teratur/rapi, hemat, melihat masalah dan mencoba mencari solusi pemecahannya, kreatif bahkan sering terlalu kreatif, berteman dengan hati-hati, kalau sudah memulai selalu dituntaskan, puas di belakang layar, menghindari perhatian, mau mendengarkan keluhan, setia, dan sangat memperhatikan orang lain.

Kelemahannya, cenderung melihat masalah dari sisi negatif, terlihat murung dan tertekan, mengingat yang negatif dan pendendam, mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri yang rendah, lebih menekankan cara dibandingkan tercapainya tujuan, tertekan pada situasi yang tidak sempurna dan berubah-ubah, menghabiskan waktu untuk menganalisa dan merencanakan, standar yang dimiliki terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan, hidup berdasarkan definisi, sulit bersosialisasi, tukang kritik namun sensitif terhadap kritik, sulit mengungkapkan perasaan, memiliki rasa curiga yang besar, skeptis terhadap pujian, memerlukan persetujuan.

4.  Plegmatis, atau di  “Cinta Damai”

Si “Cinta Damai” sangat dominan pada sifat kesetiaan dan sifat menghindari konlik. Kekuatannya sabar, seimbang, mudah bergaul, santai, tenang, teguh, pendengar yang baik, tidak banyak bicara, cenderung bijaksana, simpatik dan baik hati, sering menyembunyikan emosi, kuat di administrasi, cenderung ingin segalanya terorganisasi, penengah masalah yang baik, berusaha menemukan cara termudah, baik di bawah tekanan, menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan, memiliki rasa humor tinggi, senang melihat dan mengawasi, berbelas kasihan dan perduli, mudah diajak rukun dan damai.

Kelemahannya, kurang antusias terhadap perubahan, takut dan khawatir, cenderung menghindari dan tanggung jawab, keras kepala, sulit kompromi karena merasa benar, terlalu pemalu dan pendiam, humor kering dan cenderung mengejek, kurang berorientasi pada tujuan, sulit bergerak, kurang memotivasi diri, suka sebagai penonton daripada terlibat, tidak suka didesak-desak, menunda/menggantungkan masalah.

Setiap orang dapat saja dan sangat dimungkinkan untuk memiliki lebih dari satu kepribadian, bahkan memiliki 4 kepribadian sekaligus. Tapi pasti akan memiliki satu kepribadian yang lebih dominan, lebih menonjol di antara yang lainnya. Perlu diingat, keempat kepribadian tersebut di atas tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan.

Bagaimana dengan Ahok?

Ahok cenderung memiliki kepribadian Koleris atau “Si Kuat”. Banyak ciri yang dimiliki oleh orang Koleris, dimiliki juga oleh Ahok. Ahok memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat. Senang memimpin. Dan itu telah dibuktikan oleh rangkaian perjalanan hidupnya. Ahok lebih memilih meninggalkan pekerjaannya di PT. Simaxindo Primadaya di Jakarta dan kembali ke kampung halamannya di Belitung. Ahok memilih untuk menjadi pemimpin di perusahaannya sendiri. Jiwa kepemimpinannya terus terasah hingga menggapai capaian Bupati Belitung Timur.  Bermodalkan pengalamannya  sebagai pemimpin di perusahaannya sendiri dan sebagai anggota DPRD, Ahok berupaya menjadi pemimpin Belitung Timur. Ternyata berhasil. Selama mengemban jabatan Bupati Belitung Timur, dikenal sebagai sosok yang anti suap. Beliau memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor hingga 20 persen karena dia paham betul dunia kontraktor. Dengan demikian, Ahok punya anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Seorang koleris, memiliki sifat dominan senang mengupayakan perubahan dan mengoreksi kesalahan, berani menghadapi tantangan dan masalah, berkemauan keras dan pasti demi untuk mencapai sasaran dan target. Masih lekat dalam benak, masih segar dalam ingatan, bagaimana tingkah polah dan sepak terjang Ahok yang mau menghadapi tantangan dan masalah ketika menghadapi para pedagang kaki lima di Pasar Tanah Abang. Ahok berani menghadapi tantangan yang pastinya dia pun tahu itu resikonya sangat besar. Ahok juga berani menghadapi langsung para buruh yang berdemonstrasi di Balaikota. Ahok berani berbicara langsung, menghadapi langsung para demonstran. Suatu tindakan yang masih belum lazim dilakukan oleh pejabat lain.

Jangan salah, di antara sederet kekuatannya. koleris juga memiliki sederet kelemahan. Koleris sering tidak sabar, cepat marah, senang memerintah, terlalu bergairah, sulit untuk santai. Sifat ini pun kurang lebih dimiliki oleh Ahok. Sangat kental disandang Ahok. Kita bisa melihat dengan jelas di media-media, sifat Ahok yang mudah terpancing emosinya. Walau memang patut diakui, semua dilakukan demi perubahan. Perubahan ke arah yang lebih baik. Itu sudah merupakan style nya, gayanya, karakternya, ciri khasnya.

Koleris Ahok lumayan kuat. Terlihat jelas, ekspresi marah Ahok menghadapi bawahannya di dinas-dinas yang tidak sesuai dengan harapannya. Terpapar terang di tayangan-tayangan Youtube. Ahok berang melihat kinerja anak buahnya. Ahok tidak puas dengan cara kerja jajarannya.  Gaya Ahok memang khas. Namun, itu pula yang untuk sebagian orang yang tidak terbiasa, akan membuat kuping panas, muka merah, dan balik meradang. Ahok tidak perduli, sudah merupakan sifat koleris, kuat/keras, demi mencapai tujuan utama. Koleris pun tidak suka bertele-tele dan hal-hal yang sepele.

Ketika Ahok mencalonkan menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta, tergerak hati untuk lebih mengenal beliau. Beragam informasi coba digali. Informasi dari google, maupun informasi lainnya. Cukup menarik karena Ahok termasuk dari kalangan minoritas. Merasa ikut merasakan rasanya menjadi kaum minoritas. Kurang lebih sama. Turut merasakan sulitnya mendobrak halangan kaum minoritas. Bahkan terkadang mencoba menerapkan standar yang lebih tinggi agar bisa diterima oleh lainnya. Ketika orang lain hanya perlu kemampuan di standar nilai 7, kaum minoritas, termasuk saya, perlu menggapai standar nilai 9 agar dapat diterima. Setidaknya itu yang saya terapkan. Anggaplah sekedar pemacu semangat.

Teringat acara debat-debat calon kandidat sewaktu masih masa pemilihan. Ahok sangat lugas, sangat cerdas dalam menjawab berbagai pertanyaan dari panelis. Jauh di atas kandidat yang lainnya. Dan menurut hemat saya, itu poin penting yang harus dimiliki oleh kaum minoritas. Harus memiliki kemampuan yang jauh di atas yang lainnya. Supaya bisa meraih perhatian, mencapai cita.

Ahok punya jiwa koleris yang kuat, itu pula yang awalnya membuat khawatir. Itu yang menyebabkan rasa was-was. Ahok hanya menyandang gelar Wakil Gubernur, bukan Gubernur. Wakil Gubernur tetap harus di bawah koordinasi Gubernur. Gubernur tetap pucuk pimpinan utama. Tidak lucu rasanya jika DKI Jakarta memiliki 2 pemimpin yang saling berebut kepemimpinan. Walau Ahok punya jiwa koleris yang kuat, beliau harus sadar diri bahwa beliau “hanya” Wakil Gubernur.

Puji syukur, setidaknya hingga saat ini, dan semoga di masa selanjutnya, kekhawatiran itu tidak terjadi. Jangan sampai. Kepemimpinan tetap harus ada hirarkinya. Ahok telah membuktikan bahwa dia telah mampu menekan ego kepemimpinannya, mengalahkan egonya sendiri. Ahok berusaha untuk menekan sedikit jiwa kepemimpinannya, sifat kolerisnya. Itu yang saya rasa bagian tersulit bagi seseorang yang memiliki jiwa pemimpin. Memiliki naluri pemimpin. Memiliki sifat koleris yang kuat.

Dalam berbagai kesempatan terlihat, Ahok selalu mengatakan, “Pak Gubernur ingin Jakarta punya kebun binatang sekelas dunia”. Atau, “ Pak Gubernur menginginkan saya membereskan Waduk Ria Rio, memindahkan mereka, namun juga sediakan tempat”. Atau juga, “Pak Gubernur menginginkan Jakarta menjadi kota yang tertata rapi”. Dan banyak lagi kalimat-kalimat Ahok yang senada. Intinya, Ahok ingin menunjukkan bahwa beliau masih dalam koridor koordinasi dengan Gubernur, dengan Jokowi. Jokowi tetap pucuk pimpinan. Walau memang tidak tertutup kemungkinan, mungkin beberapa di antaranya adalah ide dari Ahok sendiri. Hasil koordinasi dengan Jokowi.

Poinnya, Ahok berusaha keras, dan itu patut diakui, pasti sulit, untuk menekan egonya. Meredam ego kolerisnya. Tahu posisi dirinya yang “hanya” Wakil Gubernur. Semoga tetap berhasil demikian.

Ada baiknya bisa memahami kepribadian diri kita sendiri, juga kepribadian orang-orang di sekitar kita. Karena setiap tipe kepribadian memiliki kekuatan dan kelemahan. Setiap tipe akan saling berinteraksi dengan baik jika dapat saling melengkapi. Tapi tetap patut diakui, kepribadian manusia terkadang jauh lebih kompleks. Termasuk golongan manakah Anda? Salam. (Del)

*Terkait 4 kepribadian manusia, disarikan dari beragam sumber pelatihan maupun hasil searching google.

Jangan Biarkan Bunaken Merana

Gambar

Sumber Foto : Adipati Rahmat

Siapa yang tidak mengenal Taman Nasional Bunaken ? Bunaken sudah merupakan salah satu icon pariwisata di Provinsi Sulawesi Utara dan juga merupakan aset yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kota Manado dan Sulawesi Utara pada umumnya. Hingga sekarang, aktivitas ekonomi di sekitar Taman Nasional Bunaken bertumpu pada kegiatan ekowisata. Bunaken mengandalkan daya tarik wisata bahari keindahan alam bawah lautnya.

Gambar

Aktivitas Ekonomi Bunaken
Sumber Foto: Adipati Rahmat

Aktivitas ekowisata yang dilakukan di Taman Nasional Bunaken jika tidak dikelola dengan baik berpotensi menghambat pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan yang pada akhirnya berpengaruh pada perekonomian dari sektor pariwisata.  Wilayah pesisir laut kawasan Bunaken yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi masyarakat Kawasan Bunaken dan sekitarnya. Bunaken bukan hanya sumber pangan melalui kegiatan perikanan dan budidaya laut. Bunaken juga lokasi bermacam sumber daya alam serta pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Juga penting artinya sebagai alur pelayaran.

Bagian daratan wilayah pesisir Kawasan Bunaken dan sekitarnya telah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk. Lebih dari 20.000 penduduk yang bermukim di Kawasan Bunaken dan sekitarnya. Perlu diperhatikan agar kegiatan tersebut dapat berlangsung serasi. Suatu kegiatan dapat menghasilkan hasil samping yang dapat merugikan kegiatan lain, misalnya limbah industri yang langsung dibuang ke lingkungan pesisir, tanpa mengalami pengolahan tertentu sebelumnya dan dapat merusak sumber daya hayati akuatik, yang merugikan perikanan maupun sumberdaya laut yang lainnya.

Gambar

Terumbu Karang di Bunaken
Sumber Foto : Adipati Rahmat

Kecenderungan rusaknya ekosistem alamiah, seperti yang terjadi di Kawasan Bunaken dan sekitarnya, yaitu semakin berkurangnya luas hutan mangrove dan rusaknya terumbu karang, terutama disebabkan oleh tindakan pengelolaan sumberdaya yang tidak mempertimbangkan faktor lingkungan. Dari sudut pandang pembangunan, sebenarnya pengalihan fungsi ekosistem alamiah menjadi peruntukan budidaya secara ekonomi tidak menjadi masalah, sepanjang masih pada batas-batas yang dapat ditolerir oleh ekosistem alamiah dalam suatu kawasan pembangunan.

Adanya potensi ekonomi Kawasan Bunaken dan sekitarnya yang cukup besar dan menjanjikan, memberikan kesempatan pada masyarakat Kawasan Bunaken dan sekitarnya untuk melakukan eksploitasi secara ekonomi yang terkadang tanpa mempertimbangkan lingkungan. Dampaknya mulai terasa sekarang. Pada beberapa lokasi terjadi kerusakan terumbu karang dan pencemaran sampah. Jika hal ini terus berlangsung dan tanpa adanya penanganan pengelolaan yang baik, tentunya akibat yang ditimbulkan akan semakin fatal. 

Untuk mengatasi bermacam permasalahan lingkungan laut Kawasan Bunaken dan sekitarnya diperlukan pengelolaan lingkungan laut dengan bertumpu pada beberapa hal berikut :

1.  Pengelolaan dilakukan dengan orientasi keuntungan ekonomi jangka panjang

Selama ini pemanfaatan kawasan pesisir dan laut dilakukan dengan pertimbangan yang lebih banyak berorientasi untuk meraih keuntungan ekonomi jangka pendek (seperti industri, pemukiman) tanpa mempertimbangkan keuntungan jangka panjang (konservasi). Akibatnya, apabila terjadi konflik antara pemanfaatan sumberdaya untuk tujuan jangka pendek dengan tujuan jangka panjang, maka seringkali pembangunan yang bertujuan jangka panjang tersisihkan.

2. Menumbuhkan kesadaran akan nilai strategis sumber daya yang dapat diperbaharui dan jasa lingkungan bagi pembangunan ekonomi.

Dari sisi nilai strategis sumber daya hayati laut, sektor kelautan sepertinya masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan dunia swasta, karena dianggap nilai strategisnya masih kurang menarik dibandingkan nilai ekonomi jangka pendek dan menengah. Padahal sumber daya yang dimiliki oleh sektor kelautan tidak hanya hutan mangrove saja, namun masih terdapat terumbu karang, padang lamun dan rumput laut.

3.      Memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang implikasi kerusakan lingkungan terhadap kesinambungan pembangunan ekonomi.

Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan implikasi kerusakan lingkungan terhadap kesinambungan pembangunan ekonomi disebabkan karena pelaku pengrusakan lingkungan tidak menyadari akan bahaya jangka panjang yang ditimbulkan dari kegiatan yang dilakukannya.

4.      Melakukan pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum.

Diperlukan pengawasan, pembinaan, dan penegakan hukum. Pengawasan dan penegakan terhadap pelaksanaan hukum dilakukan baik di tingkat masyarakat maupun pemerintah agar kecenderungan pengrusakan lingkungan laut yang lebih parah tidak terjadi. Tidak adanya suatu lembaga khusus yang independen dengan otoritas penuh dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang mengatur pengelolaan sumberdaya alam sangat menyulitkan. Meskipun di Indonesia telah banyak hukum dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan yang berkelanjutan, namun pada kenyataannya hukum dan peraturan-peraturan tersebut banyak yang tidak diimplementasikan. Ini disebabkan lemahnya penegakkan hukum (law enforcement), egoisme sektoral (sectoral egoism) dan lemahnya koordinasi antar sektor.

Penutup

Pengelolaan sumberdaya lingkungan laut baik dari sektor perikanan, maupun pariwisata di Kawasan Bunaken dan sekitarnya sebaiknya dilakukan dengan tidak melampaui kapasitas dan daya dukung lingkungannya. Perlu implementasi dan penegakan hukum (law enforcement) dalam bidang kelautan. Pengimplementasian dan penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Persoalan penegakan hukum dan peraturan laut cenderung menciptakan konflik antar sektor pembangunan, antar institusi yang terkait dengan pemanfaatan ruang, maupun konflik antar masyarakat. Dibutuhkan perangkat hukum dan peraturan yang dapat menjamin interaksi antar sektor yang saling mendukung dan memiliki komitmen untuk menegakkan peraturan. Tanpa itu semua, permasalahan di laut dan pesisir akan tetap tumpang tindih dan bermuara pada kerusakan lingkungan.

Perlunya pengelolaan yang terintegrasi antar sektor yang terkait secara terpadu dan efisien. Sama halnya dengan penataan kawasan, dalam hal pengelolaan lingkungan laut pun, diperlukan integrasi antar sektor yang terkait sehingga penggunaan sumber daya pesisir dapat dilakukan secara terpadu dan efisien. Penekanan pada sektoral dan hanya memperhatikan keuntungan sektornya dan mengabaikan akibat yang timbul terhadap sekotr lain mengkibatkan terjadinya konflik-konflik antara berbagai kepentingan. Pada Kawasan Bunaken dan sekitarnya, sektor perikanan bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan tangkap. Sektor pariwisata bertujuan meningkatkan jumlah wisatawan yang melakukan snorkeling dan scuba diving. Pengembang bertujuan membangun kota pantai Manado yang bisa menikmati keindahan Pulau Manado Tua dan Bunaken, sementara Balai Pengelola Taman Nasional Laut Bunaken ingin mengkonservasi keanekaragaman hayati lautnya. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, masing-masing pihak menyusun perencanaan sendiri-sendiri, sesuai dengan tugas, pokok, dan fungsinya. Untuk itulah perlu integrasi antar sektor agar tumpang tindih pemanfaatan dan konflik tidak terjadi.

Segera selamatkan Bunaken. Jangan biarkan Bunaken semakin merana. (Del)

Sedikit Masukan Buat Ahok : Ruang Tidak Tak Terbatas

Ahok seakan tidak ingin kalah dari Jokowi. Keduanya saat ini sedang berada di puncak perbincangan. Tengah menjadi pusat perhatian. Setiap hari pemberitaan tentang Jokowi dan Ahok bertebaran di berbagai media seakan tak henti. Apapun tingkah polah mereka cukup seksi untuk menjadi bahan berita. Cukup menjual jika menjadi bahan cerita. Itulah sebabnya, semua seakan berlomba untuk memberbincangkannya.

Dalam wawancara Hari Senin, tanggal 12/8/2013 dengan Kompas TV, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok, mengatakan bahwa Jakarta terbuka bagi semua orang yang datang, tetapi ada aturan main yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang ingin datang ke Jakarta. Setuju. Jakarta merupakan kota terbuka, bukan kota tertutup. Setiap orang berhak untuk datang ke Jakarta. Namun, ketika dia memilih untuk menjadi warga Jakarta, ada aturan main yang harus dipatuhi. Yang bersangkutan harus mau mengikuti peraturan yang ada. Sepakat.

Lebih lanjut, Ahok menjelaskan bahwa Jakarta bisa dihuni oleh 20-30 juta orang. Ahok mengatakan dengan 20 juta penduduk saat malam hari juga oke, yang penting harus memiliki infrastruktur dan transportasi massal yang jelas. Ini yang tidak sepenuhnya setuju.  Harus dikritisi.

Ruang Jakarta Tidak Tak Terbatas

Mencomot definisi ruang menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Jakarta merupakan ruang bagi warganya dan makhluk lainnya hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang Jakarta tidak tak terbatas. Ada batasnya. Ada hitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Ada batasan maksimal yang dapat ditampung dan ada batas kemampuan lingkungan hidup untuk mendukungnya.

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta, luas wilayah Jakarta tidak bertambah, tetap +664,12 km2. Jumlah penduduknya yang senantiasa bertambah. Saat ini tercatat jumlah penduduk Jakarta 9,76 juta jiwa. Dengan luas yang sama dan tidak bertambah, bagaimanakah kondisi Jakarta jika dihuni oleh 20-30 juta jiwa? Masih layakkah? Masih nyamankah?

Itu hanya hitungan jumlah penduduk secara resmi. Kalau kita mau lebih cermat, jumlah “penduduk siang” di Jakarta akan berbeda dengan “penduduk malam”. Jumlah di atas belum memperhitungkan beban yang harus dipikul Kota Jakarta pada siang hari. Jumlah tersebut belum mengakomodir jumlah penduduk di sekitar Jakarta yang menjadi Commuter. Tinggal di sekitar Jakarta namun bekerja dan mencari penghidupan di Jakarta. Sehingga jumlahnya akan lebih banyak lagi.

Ada batas toleransi pengembangan dan pembangunan yang perlu ditegaskan untuk Kota Jakarta. Memang perlu diakui, manusia dengan karunia akal dan pikiran, dapat melakukan rekayasa teknologi terkait dengan pembangunan yang dilakukan. Manusia dapat mengatasi permasalahan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Namun, pada akhirnya, ada batasan yang tidak dapat dilampaui. Alam pasti akan menunjukkan keperkasaannya. Alam dan lingkungan akan menampilkan reaksi secara fisik.

Jika dipaksakan akan sangat tidak nyaman dan tidak aman. Jakarta harus disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampungnya. Jika sudah melebihi, berbagai persoalan dijamin bermunculan, bencana sangat rentan terjadi, kenyamanan akan sangat terganggu. Kualitas hidup diragukan. Jangan sampai Jakarta terus mengarah ke sana.

Kita dapat menggunakan analogi kapal laut. Setiap kapal memiliki kapasitas dan kemampuan tonasi sebagai ambang batas kemampuan dan daya angkut kapal. Dengan rekayasa teknologi yang terus berkembang, tonasi sebagai ambang batas bisa saja bertambah. Namun begitu ambang batasnya terlampaui, kapal akan tenggelam dan karam. Begitu pula halnya dengan Kota Jakarta, ketika beban lingkungan yang dialami oleh Jakarta telah melampaui daya dukung dan daya tampungnya, Jakarta akan tenggelam, tanpa daya.

Masih terekam dalam ingatan, peristiwa amblesnya Jalan RE Martadinata di Jakarta Utara sedalam 7 m pada ruang sepanjang 103 meter dengan lebar 4 meter. Ini juga merupakan salah satu pertanda jalan tersebut telah memikul beban yang terlampau berat, melampaui kemampuannya untuk mendukung kegiatan di atasnya, untuk menampung aktivitas di atasnya.

Saatnya Berbagi Peran dan Fungsi dengan Tetangga

Jakarta bukan kota yang dapat berdiri sendiri. Jakarta juga memiliki ketergantungan dengan kota-kota di sekitarnya sebagai sebuah sistem.  Saling membutuhkan. Diharapkan saling mendukung. Jakarta harus mau berbagi peran dan fungsi dengan kota-kota tetangganya. Jakarta dapat berbagi peran dan fungsi dengan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, bahkan Puncak dan Cianjur. Dengan berbagi peran dan fungsi dengan tetangganya, diharapkan jumlah perjalanan keluar masuk Kota Jakarta dapat terkurangi. Supaya bebannya dapat sedikit terbagi.

Biarkanlah industri-industri mulai menepi, bergeser ke arah Bekasi dan Cikarang. Tidak perlu memaksakan diri untuk tetap bertahan di Jakarta dengan UMP yang tinggi. Buatlah agar perusahaan lebih diuntungkan jika lokasinya berada di Bekasi, Cikarang atau Tangerang. Relakanlah pusat-pusat pendidikan beringsut ke Depok, dan seterusnya. Bahkan, doronglah pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa. Supaya gerak geliat roda ekonomi tidak hanya bertumpu di Jakarta.

Jadi, Ko Ahok, tetap ingat, pertimbangkanlah daya dukung dan daya tampung Jakarta. Jangan biarkan Jakarta tenggelam karena beban yang terlampau berat. Salam. (Del)

Pidato SBY: Tidak Satupun tentang Peternakan

Gambar

Presiden menyampaikan pidato kenegaraan, 16 Agustus 2013
Sumber Foto: http://media.viva.co.id

Presiden SBY usai menyampaikan pidato kenegaraannya di depan dewan yang katanya terhormat hari ini, 16 Agustus 2013. Ada 2 pidato yang disampaikan. Yang pertama, yaitu pidato untuk menyambut HUT ke-68 Proklamasi Kemerdekaan RI. Yang kedua adalah pidato penyampaian keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2014 beserta nota keuangannya.

Saatnya untuk sedikit menyimak isi pidato yang disampaikan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pidato Presiden selalu didominasi oleh paparan tentang keberhasilan-keberhasilan dan pencapaian-pencapaian yang menurutnya telah diraih. Presiden mengemukakan berbagai hal mulai dari ekonomi, toleransi, reformasi demokrasi, pemilu yang akan datang, juga tentang masalah yang sedang dihadapi negara lain, hingga perannya di kancah internasional.

Presiden juga menyampaikan empat hal penting yang perlu dicermati, yaitu kemampuan mengelola ekonomi, kerukunan dan toleransi, pemilu 2014, serta kedaulatan dan keutuhan NKRI. Tidak satupun yang menyentuh tentang peternakan. Tidak ada pernyataan tentang kebijakan atau strategi yang akan dilakukan untuk peternakan. Tidak satu kalimatpun yang menyinggung tentang tergopoh-gopohnya negeri ini dalam menghadapi persoalan melonjaknya harga daging sapi potong dan beragam upaya instan yang dilakukan. Mungkin karena beberapa hari terakhir ini harga daging sapi potong telah turun, walaupun itu karena tindakan yang hanya bersifat tanggap darurat saja. Belum solusi jangka panjang. Seperti biasa, dianggap bahwa dengan mulai turunnya harga, persoalan seakan dianggap selesai. Lalu dilupakan.

Masih sedikit terhibur ketika menyimak pidato yang kedua. Di sana masih banyak menyinggung tentang ketahanan pangan, tentang upaya-upaya untuk menjaga ketahanan pangan. Namun itu masih seputar lahan pertanian pangan. Tetap tidak ada satupun yang menyinggung tentang upaya untuk mendorong swasembada daging yang sebelumnya didengung-dengungkan.

Dalam pidato yang kedua disebutkan anggaran untuk Kementerian Pertanian sebesar Rp. 15,5 triliun. Sebagai informasi, yang bertanggung jawab terhadap peternakan ada di Dirjen Peternakan di bawah naungan Kementerian Pertanian. Tetap sangat jauh jika dibandingkan dengan anggaran untuk Kementerian Pertahanan dan Keamanan yang mencapai Rp. 83,4 triliun. Dalam RAPBN tahun 2014, Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi paling tinggi, bahkan di atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang hanya Rp. 82,7 triliun dan Kementerian Pekerjaan Umum yang Rp. 74,9 triliun.  Sepertinya tahun 2014 nanti, Pemerintah berkehendak untuk memprioritaskan bidang pertahanan, terutama modernisasi dan peningkatan alat utama sistem persenjataan (Alutsista).

Masih belum lekang dari ingatan ketika harga daging sapi tidak kunjung turun, SBY marah. SBY marah, semua sibuk. Jajaran menteri dan pejabat-pejabat di bawahnya seakan berlomba untuk mengambil inisiatif, melakukan tindakan dan kebijakan, demi memuaskan sang bos.

Harga daging sapi potong di pasaran memang sudah berangsur turun. Namun itu lebih disebabkan digelontorkannya keran impor. Itu hanya solusi sesaat, solusi jangka pendek, bukan solusi jangka panjang. Padahal Pemerintah telah mematok target swasembada daging pada tahun 2014. Salah satu solusi jangka panjang nya adalah memacu produksi daging sapi dalam negeri, supaya tidak selalu bergantung pada sapi impor, tidak terbeban penyelewengan kuota, dan tidak terganjal mahalnya harga sapi. Solusi jangka panjang membutuhkan keseriusan dan pengeroyokan para pihak dalam penanganannya.

Potensi peternakan di Indonesia sangat menjanjikan.  Misalnya Sumba Timur. Sumba Timur merupakan salah satu kabupaten di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain alamnya yang indah, Sumba Timur menyimpan potensi besar. Potensi yang belum tergarap serius, belum tersentuh sempurna. Salah satunya adalah potensi peternakan sapi. Potensi peternakan sapi di Sumba Timur sangat besar.  Baca artikel saya lainnya tentang Sumba Timur di sini. Bahkan Presiden sendiri telah berkunjung dan berkehendak untuk mendorong peternakan di Sumba Timur.

Pidato presiden sepertinya telah melupakan beragam persoalan terkait dengan peternakan. Melupakan keseriusan penanganan carut marut dunia peternakan. Jangan sampai Presiden lupa kunjungannya sendiri ke Sumba Timur. Jangan sampai Pemerintah hanya berhenti pada solusi pembukaan keran impor tanpa upaya mendorong produktivitas peternakan yang ada. Kita hanya berharap Pemerintah mau menseriusi penanganan permasalahan peternakan, khususnya terkait peternakan sapi. Keroyok penanganan segala macam permasalahannya, tuntaskan penanganannya. Supaya kita bisa merdeka dari belenggu ketergantungan impor. Supaya kita terlepas dari mahalnya harga daging sapi impor. Supaya Indonesia juga bisa mengembangkan peternakan sesuai dengan potensinya.

Akhirnya…. DIRGAHAYU INDONESIA… (Del)